Sahabat
Kedua,
Malam itu, kisahku dimulai.
Aku berjalan sendiri menyusuri
jalan Nusantara Satu, membawa beberapa buku tulis dan satu buku pelajaran
Mutholaah.
Aku bertekad untuk bertemu wali kelasku.
Niatku ingin menceritakan
hari-hariku kepadanya. Aku terdiam.
Gerombolan orang-orang juga sedang datang
ke kamar wali kelas.
Pikirku, mungkin mereka juga mau hafalan.
Aku berdiri didepan
jendela kamar dan menyalami wali kelasku.
Ustadzah Ummu Saadah. Untungnya, sang
Ustadzah menjawab salamku dan menyuruhku untuk menunggu sebentar. Aku
duduk menyadar sebuah tiang.
Ustadzah
Ummu pun keluar dengan memakai kerudung bergo pinknya.
Aku menyalami dan mulai
bercerita tentang hari-hariku.
Ceritaku terpotong dengan kedatanganmu. Aku
merengut. “Kenapa dia datang?”batinku di dalam hati.
Aku merasa waktuku
terpotong oleh kedatanganmu.
Aku mencoba menghiraukanmu dengan terus
melanjutkan jutaan kisahku ke Ustadzah.
Aku bercerita tentang umurku yang sudah
tua tapi badanku yang masih bertubuh kecil.
Ustadzah tertawa
terpingkal-pingkal.
Begitu juga denganmu.
Kamu yang baru datang ikut
mendengarkan ceritaku.
Bagiku, membuat orang lain tertawa karenaku adalah suatu
kebahagiaan tersendiri dalam hidupku. “Kalau gitu, ana panggil uty aisy
yah??”Ucapmu tiba-tiba.
Aku mengangguk-angguk. ”Tapi kalau di sd ana
dipangilnya mba Aisy,..”lanjutku.
“Lah ya itu pas, ditetapin ya nama anti ‘Uty
Aisy’”Ucapmu sambil menyodorkan tangan kepadaku. Aku pun membalas sodoran
tanganmu dan membalas dengan senyuman lebar.
Malam itu, mungkin pertama kali
aku mengobrol denganmu. Bercanda denganmu
Ketiga,
|