Sahabat
Kesembilan,
Aku mencoba mencari-cari dimana sandalku.
Seingatku, sandal
selop pinkku ini kuletakan didepan kamarku tepat.
Aku teriak-teriak memanggil
kelas 2 yang sedang berada didepan rayon.
“Kemana sandal depan rayon?”tanyaku
penuh geram.
Dia menggeleng-gleengkan kepala ketakutan.
Bisa kubayangkan wajah
gengsterku ini.
Tiba- tiba kamu datang dengan posisi merapikan kerudung putihmu
yang mulai tidak rapi. “Ngapain?”tanyamu heran.
“Na-el ku ilang, bantu
cari ampe ketemu”.
“Yaelah, cari aja di bustan itu lo banyak nganggur
Bagus-bagus tapi cari yang hiqh quality yakk”. Aku mengangguk turun dengan
kaki nyeker menuju ke bustan penuh harap menemukan sandal ber-merk
Loufu.
Kutemukan beberapa sandal yang telah tertutupi noda-noda pasir.
Aku
memilih satu sandal yang menurutku itu pantas jika dikenakan di kakiku yang
mungil ini.
Aku jingkrak-jingkrak.
“Eh, udah ayok!”.
“Ketemu?”kamu bertanya
dengan wajah yang penuh antusias.
Aku mengangguk.
Niatnya, aku akan melihat
papan pengumuman test ujian gelombang 2 club jurnalistik.
Pengumuman di masjid
menyatakan bahwa gelombang 2 jurnalistik telah ditempel di mading depan kantor
OPPM. Aku ingat, kamu yang mengajakku.
Kita melihat bersama setelah acara
Pidato selesai.
Aku melihat kertas itu pertama kalinya.
Kucari namaku dan namamu.
Namamu terpampang diurutan paling atas. Sedangkan namaku, nihil.
Tak ada namaku
dikertas itu.
Aku langsung merengut kesal mengigit ujung jilbab putihku dan
amarah kecilku muncul dengan tidak sengaja.
Sudah kutebak sebelumnya, aku pasti
tidak.
Aku langsung melirikmu dengan tatapan ingin menangis.
Kamu meringis.
“Huwaa! Tebe!”ucapku kesal.
Kamu menepuk-nepuk punggungku. “Bisa bisa!”.
Itu kalimat yang sering kamu katakan.
“Apaan!namaku aja gaada,, kapan coba ana
bisa kek gituan!”aku kesal bukan main.
Aku bisa tebak perasaanmu waktu itu
adalah rasa bersalah.
Aku mencoba mengatur napasku dalam-dalam.
|